Pesan Untuk Diri Sendiri

Pesan ini dibacakan untuk setiap manusia bernyawa, untuk dirinya sendiri. Anggap untuk siapapun kamu, yang membaca, pesan ini datang dari atas untuk memelukmu. Setidaknya, untuk menemanimu di malam ini. Halo diri sendiri, apa kabarnya? Wahh rasanya aneh sekali bertanya pada diri sendiri. Baik, ahh lagian kalau ditanya orang juga aku akan jawab baik. Aku akan bilang 'Iya aku baik, bagaimana?'. Kamu masih peduli dengan yang lain? Orang lain kabarnya lebih baik dari kamu. Kemudian ku jawab. 'Iya, seperti biasa. Kabar orang lain selalu lebih baik dari pada ku'. Aku sering kali bertanya tentang orang lain, bagaimana kabar mereka, apa yang mereka lakukan, mereka sedang baik atau tidak, apa mereka sekarang sedang sedih, semua kabar-kabar tentang orang lain. Tokoh utama dalam hidupku sepertinya memang bukan aku. Kadang aku merasa seperti manusia yang tidak berguna, kadang merasa tidak dibutuhkan, kadang merasa sendirian, kadang merasa kesal dan kecewa, kadang mau berhenti berharap atas apapun juga di dunia ini. Apapun, sungguh. Aku tidak mau berkata kata apapun lagi. Pernah terlintas dalam pikiran jahatku. Bertanya tentang, mengapa aku lahir di keluarga ini? Mengapa aku dilahirkan menjadi begini? Dan, pertanyaan terpentingnya adalah mengapa aku dilahirkan di dunia ini? Mengapa Tuhan masih memilih aku diantara sekian banyak benih menuju rahim ibuku? Mengapa terlahirnya harus aku? Sempat bilang juga sama diri sendiri, kecewa sama diri, marah sama diri, gak bisa ngelakuin yang diri sendiri mau, gak bisa jadi yang terbaik, gak bisa kayak orang lain, makannya buat apa lagi bertahan pada sesuatu yang tidak ada harapannya. Ada orang2 yang berkata, aku masih bertahan di bumi bukan karena aku ingin, aku hanya takut mati, aku hanya takut neraka. Aku hanya takut orang2 yang ku tinggalkan dengan derita merasakan rasanya ditinggalkan sebelum waktunya. Aku serius. Aku pernah mendengar ada seseorang berkata demikian. Aku tidak mau begitu. Tetapi berada sendirian di dalam kegelapan itu, meminta tolong kepada seseorang, kemudian diminta keluar dari kegelapan yang mencekam itu menakutkan. Ketika kamu sadar bahwa tidak ada seorang pun yang bisa benar2 menolongmu, tidak ada orang yang benar2 bisa mengangkatmu sampai kamu keluar dari lubang yang jurangnya dalam sekali. Bahkan kamu nyaris mati dalam peperangan itu. Beban yang benar2 berat. Tetapi lagi2 diri, terima kasih. Sungguh, terima kasih sudah merasa kuat. Terima kasih sudah merasakan sakit. Aku menghembuskan nafas dalam2, kemudian menghembuskan lagi dengan perlahan, aku memeluk diriku sendiri. Pelukan yang ternyata menjadi pelukan ternyaman. Tempat yang dicari orang untuk pulang yang sebenarnya. Gak banyak yang mengerti kata bertahan. Terima kasih sudah bertahan. Terima kasih tidak kalah dalam peperangan. Terima kasih masih percaya masih ada harapan. Diri, aku tau hidupmu tidak seenak kelihatannya. Lihat berapa banyak diantara mereka yang punya segalanya, tapi tetap mengakhiri kehidupannya. Diri, lihat juga mereka yang terkenal bukan main, keluarganya sempurna, segalanya terlihat indah, ternyata mereka mengakhiri nyawanya. Diri, lihat!  Kamu masih bertahan. Berat atau tidak cobaan itu, kamu coba katakan pasti bisa dilewati. Pasti ada cara lain. Pasti akan ada kabar baik, pasti bisa. Pasti yakin ada caranya. Kamu meyakinkan dirimu padahal sudah tau banyak yang mengatakan, 'ahh elah mana bisa dia dikit2 jatuh, dikit2 sakit, dikit2 gak bisa, apa2 gak bener'. Semua orang yang berkata seperti itu gak tau sampe mana perjuangan kamu diri. Lama kutemukan diriku kehilangan maknanya. Kembali masuk kamar, mengurung diri, mengurung hati. Mencari jawaban atas pertanyaan. Kok kayaknya gak ada yang bisa aku banggain ya di dunia ini? Kenapa mereka bisa jadi orang yang hebat? Menggapai cita2 mereka. Kata orang2 itu aku juga bisa. Motivator2 terkenal itu juga pembohong. Pembual besar yang mengatakan, aku sama seperti mereka. Bahkan lebih hebat lagi aku pikir begitu, mengecilkan diri sendiri sampe lupa. Diri, tau tidak? Kalau sebetulnya banyak ingin ada di posisi kamu, banyak yang ternyata terintimidasi dengan kamu. Hah?? Apanya? Aku?? Apa yang harus mengintimidasi mereka? Keberadaanku sama seperti manusia lainnya. Kadang dianggap ada, kadang dianggap tidak ada. Kadang dianggap sampah, kadang dianggap berguna. Jadi mengapa aku harus bangga menjadi diriku sendiri? Sedangkan aku tidak bangga dengan diriku. Diri, betul. Diriku berkata begini. Sebab sebetulnya ada banyak hal di dunia ini yang menjadi kebaikan dalam diriku. Yang sebenarnya tidak ku ketahui. Ada banyak kelebihan yang tidak aku ketahui. Kau punya rambut? Hmm punya. Ada banyak yang keguguran rambutnya. Kau punya mata? Punya. Bisa melihat? Bisa. Banyak pula yang tidak tau apa warna gunung, bagaimana bentuk wajah seseorang. Ingat tidak? Kamu bahkan tau warna gunung seperti apa. Bagaimana wajah orang yang kamu sayang. Kau punya baju? Punya, sekarang lagi aku pakai. Banyak yang menggelandang mencari baju2 bekas. Di tong sampah, di tempat2 yang bahkan tidak layak untuk dipakai. Sebab makan pun tak cukup, apalagi beli baju. Daun sekalipun jadi kalau harus. Kau punya rumah? Eee punya, kenapa sih bertanya terus dari tadi? Aku sekarang lagi duduk di kamar, mengetik naskah ini, diruangan berAC dengan suasanya yang nyaman. Diri, kau tau itu semua. Tapi bahkan banyak yang tidak punya AC, apalagi rumah. Kau punya bakat? Punya. Aku suka sekali mengoceh setidaknya tulisan yang tidak penting seperti ini. Kau tau diri, entah berapa lama, entah berapa banyak, mereka semua tidak merasa memiliki bakat. Kau menyadarinya, dan lihat! Seperti kata2mu ini. Sekarang dibacakan pada banyak orang diluar sana yang membutuhkan narasi ini. Dari ocehanmu yang kau bilang tidak penting itu. Ternyata banyak diantara mereka yang membutuhkannya. Kau hebat. Tapi kau mengecilkan diri sendiri. Kau tau kau kuat, tapi kau anggap rapuh diri sendiri. Diri, bukannya seharusnya kamu bersyukur. Ahh iya, seharusnya aku bersyukur yaa. Lalu bagaimana jika, contohnya saja dengan teman2ku yang sekarang. Aku tau mereka pergi ketika aku susah. Apa aku masih harus bersyukur dengan kondisi itu? 'Bersyukurlah'. Diriku berkata seperti itu. Biarkan mereka pergi. Orang lain bisa saja menyakiti kita. Orang lain bisa saja mengecewakan kita. Biarkan mereka pergi. Mereka yang hadir dan pergi, jadikan sebagai pelajaran. Biarkan mereka menentukan pilihannya sendiri dan kamu dengan pilihanmu. Mungkin itu cara Tuhan mengatakan, dia bukan orang yang baik. Kurang tepat bila di dekatmu. Bukankah seharusnya kamu senang? Dijauhkan dari yang jahat, diberikan ketenangan. Tuhan itu Maha Baik. Kitanya yang buta. Bersikap tuli terkadang. Bahkan tidak mau tau. Bagaimana diri? Sekarang setelah kau tanya jawab, setelah kau pikir2. Oiya ternyata banyak ya yang aku punya. Ternyata masih ada banyak ya alasan untuk bertahan. Ternyata, pesan untuk diriku sendiri, sudah sangat sepantasnya aku baca malam ini. Diri, terima kasih. Terima kasih sudah bertahan sejauh ini. Sudah, sudahi dulu bicaranya. Kali ini coba kita ubah pikirannya. Kita perluas cara pandangnya. Bukankah kamu berharga? Lebih dari sekedar kata kecil. Percaya bahwa setiap kejadian itu membawa makna. Ada hal baik yang menanti. Ada pelangi sehabis hujan. Ada harapan dari segala yang terlihat tidak punya kepastian. Pada dialog untuk diri. Malam ini, dari langit biru. potd_

Komentar