Mei yang Tenang
Kali ini aku cuma mau tenang. Mungkin untuk sekedar tidur lelap yang panjang. Untuk memberi jeda kepada bagian2 yang nggak pernah dikasih istirahat. Untuk kembali memeluk diri sendiri, yang nampaknya mulai terbiasa dengan kesepian. Sebab manusia datang hanya lalu lalang. Menyumbang luka lalu kembali hilang tanpa rasa bersalah. Nampaknya kini diri mulai lelah dijadikan pelabuhan. Dari senang yang sementara, dan bahagia yang ternyata nggak selamanya. Dari pulang dan perginya seseorang sampai sisa diri yang sekarang hilang arah. Nggak tau lagi mau lagi kemana. Sebab semuanya telah berantakan. Dan, rusak semua. Lalu rumah mana lagi yang aman? Jalan mana lagi yang harus dilalui? Biar tenang, harus ngapain lagi ya? Nampaknya jalanan pun sudah muak dengan ceritaku yang itu2 saja. Pedihnya masih tentang hal yang sama. Yang sampai sekarang, belum bisa aku maafkan. Kenapa ya, kenapa sekarang jadi kayak gini. Perasaan dulu aku nggak sekacau ini. Aku, sedang rindu dunia yang baik2 saja. Aku rindu aroma dunia yang hangat bak keluarga yang bahagia. Dewasa kini jadi makin rumit. Apalagi, ketika aku cuma mau dia. Capek banget. Hambar banget rasanya. Aku cuma butuh teman cerita. Setidaknya untuk mendengarkan, tentang satu manusia yang nggak pernah didengarkan. Tentang patah dan tumbuhnya dalam dunia yang sekarang seperti sedang ditampar tampar sama realita yang jauh banget dari apa yang kita inginkan. Jauh dari kata indah yang kita idamkan. Maka menarilah. Kita semua sedang butuh air mata. Gagalnya mungkin cuma bisa dinikmati lagi. Dan nggak bisa diubah lagi. Mari berpura pura tenang. Walau isi kepala sedang riuh2nya. Mari berpura pura baik2 saja. Sampai nanti lukanya nggak lagi kerasa. Sampai akhirnya, kita mati rasa untuk semua hal. Lalu akankah bahagia nanti akan terasa biasa saja? Sebab sedih pun rasanya sudah sangat tawar. Terlalu biasa dengan semua rasa. Dan jadilah kita, manusia yang hanya tinggal mengikuti saja alurnya. Sebab diri pun sudah berhenti untuk berandai andai yang tidak2. Sekarang, gimana baiknya Tuhan sajalah. Aku tidak menyerah. Hanya saja, aku telah mengembalikan semuanya kepada semesta. Tentang baik dan buruknya jalan, tentang terang dan gelapnya masa depan. Tuhan, aku ikut jalan-Mu saja.
Komentar
Posting Komentar